Karya : Hamsah (KPMKP Cab. Makassar) Keluarga Pelajar Mahasiswa Kabupaten Paser
Seperti kebaikan menghasilkan kebaikan,
kekejaman juga akan menghasilkan kekejaman.
Selalu ada timbal balik antara keduanya.
Ilustrasi |
Aroma melati menyebar seperti lengkingan keras di dalam gua, merayap, menguar dalam penciuman. Pengap terperangkap di setiap sudut ruangan itu seperti penjara bawah tanah. Kebebasan adalah kesemuan belaka, pertolongan dari pihak berwajib justru terdengar seperti lelucon yang memuakkan, berlari menjadi ketidakmungkinan yang sia-sia. sebab perempuan itu telah pasrah akan nyawanya.
“Kau mengenal karma? Harusnya iya, pembalasan selalu datang belakangan. Begitupun dengan penyesalanmu. 2 Tahun lalu, Kau masih ingat perlakuan mu hah?!” Guman sosok itu sinis, Intonasinya pelan sehingga kalimat itu bukan lagi ditujukan sebagai kalimat tanya.
Perempuan yang ia cekal tak dapat menjawab, hanya suara rintihan dan isakkan yang terdengar, ia menengadah menatap pisau yang berkilat dihadapannya.
“Popularitas, ya Aku tau itu alasannya. Kau harusnya sadar dari dulu Ina mia, Kesombongan itu sifat setan. Kau tahu kan kenapa di usir dari surga? Mereka, para setan terlalu sombong. Tapi aku tak pernah heran, bukankah banyak manusia di dunia ini yang setara sifatnya dengan setan, atau bahkan lebih rendah. Kau salah satunya heh” ia terkekeh sesaat.
“ Hal semena-mena yang dulu kau lakukan, membuatku jijik pada diriku sendiri. Video, Audio, Foto itu benar-benar meruntuhkan pandanganku terhadap dunia. Aku merasa di binatangkan oleh binatang seperti kalian.” Lanjutnya sambil beranjak dari meja menghampiri korbannya, sedikit dorongan kecil darinya membuat si korban jatuh tersungkur dengan kursi yang terikat ditubuhnya.
Sosok itu beranjak lagi, kali ini ia melangkah kearah CD Player. Klik. Lagu Jazz berdentum keras. Ia meraih segelas blue soda diatas meja, mengambil sejumput es kotak dari lemari es. kepalanya menengadah mengayun mengikuti irama lagu, sepatunya mematuk-matuk dilantai ikut berdendang. Matanya berkilat-kilat seperti pisau yang siap menembus korbannya. Malam yang sempurna, ia merasakan kepuasan itu lagi. Kepuasan diantara kepedihan.
“Inaaaa Mia, lihat Aku Ina mia. Lihat siapa yang pecundang sekarang? Siapa yang menang, tentu yang tertawa di belakang Ina mia, AKU !” ia menepis sambil mengetuk-ngetukan pisaunya kelantai. Perempuan itu menatap ngeri, meringis berkali-kali. “Teman-temanmu hilang. Rina, Siti, Eka, Riana, Aku yang membunuh mereka. Kupotong-potong tubuhnya menjadi 13 bagian setelah ku kuliti lebih dulu, lalu kulempar ke kandang anjing jalanan, selebihnya ku buang ke sungai dengan pemberat. Dengan begitu polisi tak akan menemukan mayat-mayat mereka. Mereka pantas mendapatkannya. Itu harga mati dari kekejian kalian, setimpal bukan?”
Perempuan itu menelan ludah dan berusaha mengeluarkan suaranya yang sudah diujung. “Jang..an bbb..bhunuh aku. Too..longg”
Dentuman musik memelan, sudah mencapai bait akhir. Lagu berganti, summertime by Ella Fitzgerald “Aku ingin kau menyanyikan lagu ini Ina mia. Ini lagu kesukaan kalian, aku rindu kalian menyanyikannya”
Ina mia bungkam. Bibirnya bergetar.
“NYANYIKAN LAGUNYA BODOH !!” Tendangan keras menghantam tubuh Ina mia
“Summertime,and the livin’ is easy
fish are jumpin’ and the cotton is high
oh, your daddy’s rich and your ma is good looking.
So hush little baby, don’t you cry.”
Ina mia harusnya dapat menikmati lagu itu, lagu favoritnya sejak dulu. Tapi yang sekarang terdengar tak ubahnya adalah lagu belasungkawa yang pernah ia dengar di gereja saat kematian orangtuanya. Beberapa saat, ia merasakan ada cairan yang tumpah dari atas, kental dan berbau amis.
Sosok itu mengiris telapak tangannya sendiri sebagai permulaan juga pengakhiran bagi Ina mia “Pisau ini cukup tajam ya?” Katanya tanpa ekspresi. Merah, kulit yang menganga dan aroma yang khas justru membuatnya melayang. Tak ada rasa kesakitan disana. Semua rasa sakit dalam dirinya akan ia kubur dalam tubuh korban-korbannya. Sekarang saatnya sudah tiba, korban ke 5 telah meratap untuk diperlakukan sebagaimana mestinya.
Kaki digantung, kepala menggantung. Tali berputar searah jarum jam dengan tempo yang cepat. Ina mia merasakan semua ini akan berakhir. Akhir bahagia dari drama pembunuhan adalah kematian. Dengan begitu ia takkan merasakan kesakitan lagi. Ina mia melenguh, ada sesuatu yang menelusup di lehernya. Cepat dan Perih.
Sosok itu tersenyum dengan mata memejam, pelan menelusupkan pisaunya ke leher korban. Sekali. Sekali lagi. Lagi. semburan darah berputar-putar memenuhi wajahnya. Basah dan lengket. Sebuah kesegaran yang akan ia rindukan berkali-kali.
Posting Komentar