Karya : Nur Fitriana Sam (KPMKB Makassar)
Logo KPMKB Makassar |
Di pedalaman hutan Borneo (Kalimantan) bagian utara terdapat desa terpencil yang bernama Desa Long Pelban. Terdapat tiga suku utama yang mendiami desa tersebut, yaitu suku Dayak, suku Bulungan dan Suku Tidung. Suku Dayak menganut agama Kristen, sedangkan suku Bulungan dan Tidung didominasi oleh penganut ajaran Islam. Walaupun terdapat tiga suku yang mendiami desa tersebut, masyarakatnya dapat hidup damai dan rukun.
“Aissss hujan ehhh doraang, macam mana lah nih kita orang mau pulang?” Kata Ipeh dengan dialek bahasa daerah khas pedalaman Borneo bagian Utara.
“Tumben-tumbennya hujan, orang tadi tuh panas betul!” Jawab Bondet.
“Tunggulah pale’ dulu hujan tuh redah baru kita pulang”. Timpal Aba’
Ipeh, Bondet, dan Aba’ adalah gadis-gadis cantik yang bersahabat sedari kecil. Ipeh peranakan suku Tidung , Bondet peranakan suku Bulungan, dan Aba’ peranakan suku Dayak. Rumah mereka tidak terlalu jauh satu sama lain. Kecuali rumah Aba’ yang tinggal di perbukitan belakang Desa dekat gereja. Setelah hujan redah mereka pun pulang bersama-sama.
……..
“Apui, coba kau kesini nak, ada yang ingin bapak sampaikan”. Pak Keno memanggil anak perjakanya.
“Iya Pak”. Jawab Apui.
Apui pun mendekati Bapaknya yang sedang minum kopi di ruang keluarga rumahnya.
“Apui, berapa umur kau sekarang nak?”. Tanya Pak Keno kepada putranya.
Apui pun merasa kaget dan aneh kenapa bapaknya bertanya demikian kepadanya?. Karena Apui sangat mengenal sosok Bapaknya. Bapaknya bukanlah orang yang dengan mudah melupakan hari kelahiran anggota keluarganya. Apalagi tidak mengetahui usia putranya. Apui merasa bahwa Bapaknya akan bercerita sesuatu hal yang serius kepadanya.
“Usiaku sekarang 22 tahun pak”. Jawab Apui.
Lama Pak Keno terdiam berusaha mencari permulaan kata yang baik untuk memulai pembicaraan.
“Nak, Kau sudah dewasa, tapi Bapak ndak pernah liat kau dekat sama cewek di kampung nih! Sedangkan temanmu yang lain ada sudah yang punya cewek, sudah nikah, malah ada sudah yang punya anak!” Kata Pak Keno mengawali pembicaraan.
Apui hanya terdiam mendengar kata Bapaknya.
“Pui, Lama sudah rumah kita ni ndak disentuh sama tangan wanita. Palingan adekmu Pempem ja tuh kasian yang nyapu-nyapu, bersih-bersih. Kasian juga bapak liat dia perempuan sendiri. Tapi kau tau lah adekmu tuh kan masih kecil!” Lanjut Pak Keno.
Pak Keno sudah lama menduda. Istrinya meninggal ketika Apui berumur 12 tahun.
“Jadi menurut Bapak aku harus bagaimana?” Tanya Apui kepada Bapaknya.
“Menurut Bapak, kau carilah wanita yang bisa kau persunting, yang bisa kau jadikan istri, yang bisa merawat kau, keluarga kita, dan rumah ini”. Kata pak Keno.
“Sebenarnya sudah ada pak wanita yang sedang dekat denganku sekarang”. Jawab Apui yang berusaha membuka diri tentang siapa sebenarnya kekasihnya.
“Tapi Pak, untuk saat ini aku belum mau kasih kenal dulu sama keluarga kita karena dia masih sekolah. Apui harap bapak sabarlah dulu, setidaknya tunggulah dia habis ujian baru Apui kenalkan ke Bapak”. Jawab Apui.
“Ya baguslah juga tuh, kasih selesai lah dulu sekolahnya tuh”, Jawab Pak Keno dengan rasa agak sedikit kecewa karena harus menunggu beberapa bulan lagi sampai ujian tingkat SMA selesai.
..............
“Aba’, sini dulu”. Apui memanggil Aba’ yang sedang lewat di dekat kebun keluarga Apui.
“Ya, Apui ada apa?’. Jawab Aba’ sambil mendekat ke arah Apui yang sedang mencabut ubi.
“Lama juga baru aku liat kau nih!, kau darimana ja?” Tanya Apui.
“Di Rumah ja bah aku, belajar. Kau tau lah sendiri aku kan mau ujian.” Jawab Aba’.
“Oooo gitu. Kau tau lah perasaan ku nih kalau lama ndak ketemu sama kau!”. Apui mencoba merayu kekasihnya.
“Iya bah Apui, aku dilarang sering-sering keluar rumah, disuruh belajar sama Amai dan Sinen”. Jawab Aba’.
Amai dalam bahasa Dayak artinya Bapak, sedangkan Sinen artinya Mama.
“Iya lah baaaaaaahhhhh, janganlah kau manyun disitu! Jadi ngapain lah pale kau keluar rumah nih? Kau mau kemana?” Tanya Apui.
“Aku disuruh sama Sinen ambil ikan di rumah Inai”. Jawab Aba’.
Inai dalam bahasa Dayak artinya nenek.
“Ya lah Aba’ ku sayang, hati-hati yah!” Kata Apui kepada kekasihnya.
“Iya Apui sayang!”. Aba’ membalas kata manis dari Apui.
…………..
“Rajinnya juga kau nih Bondet nyapu-nyapu. Tiap hari aku pulang kebun selalu ja aku liat kau nih nyapu-nyapu, nyiram bungalah, apalah”. Apui menegur Bondet yang sedang asyik menyapu halaman rumahnya
“Iya Pui, biasalah kalau anak cewek”, jawab Bondet.
“Nih lah pale aku kasih kau ubi dari kebunku, kau kan rajin,mumpung banyak tadi yang kucabut”. Kata Apui sambil memberi Bondet Ubi.
“Makasih Apui”. Jawab Bondet sambil nyengar-nyengir.
Walaupun Apui sudah berlalu pergi, Bondet masih saja nyengar-nyengir melihat Apui dari kejauhan yang berjalan membelakanginya. Tatapan Bondet tidak lepas dari punggung Apui. Peristiwa yang seperti inilah Bondet rindukan setiap hari, maka dari itu setiap hari Bondet sangat rajin membersihkan halaman rumah agar dapat melihat sang pujaan hati melewati rumahnya sepulang dari kebun.
Ubi pemberian Apui sebagian dibawa ke dapur untuk disantap bersama-sama dan sebagian lagi Bondet sembunyikan di dalam kamarnya. Begitulah Bondet, setiap ada pemberian dari Apui ada saja yang disimpan di dalam kamar, karena pemberian dari Apui sangat berharga baginya. Sebelum tidur pemberian Apui selalu dipegang-pegang, berharap Apui dapat datang ke mimpinya.
Begitulah cara Bondet mencintai Apui secara diam-diam. Walaupun ia tahu bahwa Apui dan Aba’ sedang menjalin kasih saat ini. Baginya hubungan Apui dan Aba’ adalah cinta sementara yang baru tumbuh. Sedangkan rasa cinta Bondet kepada Apui sudah sangat lama ia rasakan, semenjak menginjak bangku kelas 2 SMA. Terhitung sudah lima tahun ia memendam rasa cinta kepada Apui.
Rumah Bondet dan Rumah Apui tidaklah jauh, hanya dipisahkan oleh dua rumah saja. Apui dan Bondet sama-sama satu suku, yakni suku Bulungan. Kebiasaan Apui untuk memberikan sedikit dari hasil kebunnya membuat Apui dan Bondet sering bertegur sapa dan bercengkrama di halaman depan rumah Bondet. Orang tua mereka pun saling kenal satu sama lain.
…………
Di malam yang hangat, Apui melihat bapaknya duduk merenung di teras rumah sambil menyeduh kopi. Apui mendekat ke araah bapaknya.
“Pak, sekarang ini telah selesai waktu ujian untuk anak SMA”. Apui mencoba membuka pembicaraan bersama bapaknya.
Pak Keno terdiam sesaat, kemudian kembali menyeduh kopinya yang masih hangat. Di dalam hatinya ia tahu arah pembicaraan Apui.
“Lalu?”. Tanya Pak Keno singkat.
“Seperti yang telah kita bicarakan beberapa bulan yang lalu pak, Apui sudah siap mengenalkan wanita yang sedang dekat sama aku sekarang nih”. Jawab Apui secara perlahan-lahan.
“Ya, sebelum Bapak kau kasih ketemu sama anak itu, Bapak pengen tau namanya”. Kata Pak Keno.
“Namanya Aba’ Pak, Anaknya Pak Awing”. Jawab Apui.
Lama Pak Keno terdiam karena kaget mendengar nama wanita pilihan Apui. Ia sangat kenal dengan keluarga Pak Awing. Ia berusaha mengontrol emosinya.
“Pak Awing?”. Tanya Pak Keno kembali.
“Iya Pak, Pak Awing yang rumahnya dekat gereja”. Jawab Apui.
Lama Pak Keno terdiam, sampai-sampai tidak terasa kopi dicangkirnya telah habis. Apui pun pergi ke Dapur untuk membuatkan Bapaknya secangkir kopi lagi.
Setelah Apui kembali Pak Keno pun langsung menyeduh kopinyaa kembali.
“Apui, Kau sama bapak kan sudah sangat kenal dengan keluarga mereka. Keluarga mereka sangat baik. Tapi kau tahu sendiri lah kan Nak, mereka itu non Islam, sedangkan kita ini pengikutnya Nabi Muhammad SAW”. Jawab Pak Keno setelah ia selesai menyeduh kopi yang baru dibuatkan oleh Apui.
Apui pun terdiam mendengarkan kata bapaknya.
“Apui tau itu pak, tapi…..”. Perkataan Apui langsung dipotong oleh Pak Keno.
“Kalau kau tau kenapa kau mencoba menjalin kasih sama anaknya?”. Kata Pak Seno yang memotong pembicaraan Apui.
“Apui, memang kita semua di desa ini serumpun, saudara, bahkan satu nenek moyang. Tapi bagi Bapak, kalau masalah agama tidak bisa ditawar-tawar! Kau tau Pak Awing tuh pendeta disini. Kalaupun kau ajak si Aba’ tuh masuk Islam, manalah bapaknya sudi tuh!” nada Pak Keno mulai meninggi.
“Kalau Bapak tau kalau si Aba’ yang kau suka dari dulu, dari awal lagi bapak larang kau tuh!, Bukannya mereka tuh keluarga yang tidak bangus. Mereka sangat baik sama siapapun, tidak membanding-bandingkan, tapi masalahnya kita tidak se-iman. Kayamana caranya nanti kau imamkan Dia? ” Lanjut Pak Keno lagi.
Apui hanya diam mendengar kata-kata bapaknya karena ia tidak berani melawan orang tuanya.
“Apui, lebih bagus kau cari wanita yang muslim, yang sholehah, supaya lebih mudah nanti kau bimbing dia”Lanjut Pak Keno lagi dengan nada yang mulai rendah.
“Tapi pak, tidak ada yang membuat hati saya deg-degan kecuali Aba’” Jawab Apui.
“Apui, kau melihat wanita itu dari mananya? Jangan kau lihat wanita itu dari fisiknya saja! Dari luarnya saja!”. Kata Pak Keno.
“Apui, kalau Aba’ yang menjadi pilihanmu, Bapak minta maaf Nak, Bapak nda setuju”. Lanjut pak Keno.
“Kalau kau berkenan, ijinkanlah Bapak kau nih yang mencarikan kau calon istri. Masalah kriteria kau tenang saja. Bukan hanya cantik, Bapak carikan juga yang sholehah, rajin, dan dari keluarga yang baik-baik”. Lanjut pak Keno.
“Walaupun sibuk berladang di kebun kita yang di Hutan, Bapak nih tau juga dengan siapa saja kau berteman, siapa-siapa saja teman-temanmu yang ada di sekelilingmu”. Lanjut Pak keno lagi.
“Apui terserah Bapak ja lah sudah, karena pilihanku Bapak ndak suka, siapa tahu Bapak ada pilihan yang lain” Jawab Apui berusaha meredam emosi bapaknya yang sempat meninggi.
“OK, minggu depan Bapak kasih tau kau siapa wanita pilihan Bapak untukmu, kalu istirahatlah dulu malam ini” Kata pak Keno kepada putranya sambil menyudahi pembicaraan malam itu.
………….
Wajah Bondet kemerah”an dari tadi malam. Ia malu keluar kamar karena akan diolok oleh adik-adiknya. Perasaannya sangat senang tak terkalahkan ketika Bapak dan Ibunya memberitahunya bahwa ia akan dijodohkan dengan Apui, lelaki pujaan hatinya, lelaki yang telah mencuri hatinya lima tahun yang lalu.
“Bondet, siap-siap Nak, Apui sama Bapak dan Adiknya sudah datang”. Kata Mama Bondet.
“Iya Ma”. Jawab Bondet.
“Kamu di Kama raja ya Nak, tunggu mama panggil baru kamu keluar”. Lanjut kata Mama Bondet.
…………..
Pembicaraan malam itu selesai, kedua pihak keluarga sepakat mempersatukan anak mereka dalam ikatan perkawinan guna menyempurnakan ibadah dan menjalankan sunnah Nabi.
Pak Keno sudah lama melihat gerak gerik Bondet yang sangat senang jika bertemu dengan Apui. Pak Keno dapat melihat perasaan yang dipendam oleh Bondet kepada putranya Apui. Pak Keno juga mengetahui bahwa Bondet dan Aba’ bersahabat, namun karena persahabatan itulah maka Bondet tidak pernah melangkahi Aba’. Perasaannya hanya dipendam di dalam hati, menunggu Apui yang akan lewat di halaman depan rumah setiap hari. Cinta yang tak pernah tersampaikan akhirnya menjadi halal.
Aba’ tidak merasa terkhianati oleh perkawinan antara Bondet dan Apui, karena dari pihaknya, keluarganya juga tidak mendukung hubungannya dengan Apui. Jauh sebelum Apui ingin memperkenalkan Aba’ kepada keluarganya, Ayah Aba’ sudah terlebih dahulu mengetahui hubungan antara Aba’ dan Apui dan tidak merestui hibungan mereka. Jadi pertentangan bukan saja berasal dari keluarga Apui namun juga dari keluarga Aba’. Walaupun Bondet menjadi istri Apui tidak masalah baginnya, yang terpenting persahabatan mereka tetap terjalin.
Posting Komentar